Dekan FKIP Universitas Almuslim Luncurkan Kebijakan Baru, Jas Hitam Resmi Gantikan Kebaya dan Baca Alquran Jadi Syarat Sidang

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Almuslim kembali membuat gebrakan melalui kebijakan terbaru yang diumumkan oleh Dekan FKIP, Dr. Sari Rizki, M.Psi., dalam rapat resmi pimpinan fakultas pada Rabu, 2 Juli 2025. Dua poin utama yang menjadi sorotan adalah penyesuaian aturan pakaian sidang skripsi dan kebijakan wajib membaca Alquran sebelum pelaksanaan ujian skripsi. Kedua aturan ini digagas sebagai respons terhadap masukan dari mahasiswa sekaligus upaya mendukung visi universitas yang “unggul, profesional, dan Islami”.

Selama ini, di lingkungan FKIP Umuslim, mahasiswa dan mahasiswi memiliki ketentuan pakaian sidang yang berbeda. Mahasiswa pria mengenakan setelan jas hitam, sementara mahasiswi kerap diwajibkan mengenakan kebaya yang dianggap kurang praktis dan cenderung merepotkan.

Merespons hal ini, Dr. Sari Rizki menetapkan kebijakan baru: seluruh mahasiswa dan mahasiswi kini diwajibkan mengenakan pakaian formal seragam berupa jas hitam saat mengikuti ujian skripsi, lengkap dengan kemeja putih, rok atau celana panjang hitam, serta dasi. Penampilan harus tetap rapi, sopan, dan sesuai norma akademik serta budaya lokal Aceh.

Menurut Dr. Sari, kebijakan ini mengacu pada standar nasional yang telah diberlakukan di banyak perguruan tinggi di Indonesia. Jas hitam dinilai lebih formal, praktis, dan mencerminkan kesan profesionalisme yang diharapkan dari lulusan pendidikan tinggi.

Kebaya memang memiliki nilai budaya, tapi dalam konteks ujian akademik formal, jas hitam memberikan keseragaman dan profesionalitas. Kita ingin lulusan FKIP tampil siap dan percaya diri, baik di depan penguji maupun di dunia kerja nantinya,” jelas Dr. Sari.

Kebijakan paling revolusioner dan sarat nilai spiritual yang diumumkan oleh Dekan FKIP adalah kewajiban membaca Alquran sebelum memulai sidang skripsi. Setiap mahasiswa kini diwajibkan membaca satu hingga dua ayat Alquran dengan tartil sebelum mempresentasikan hasil penelitiannya di hadapan tim penguji.

Kebijakan ini bukan hanya simbolisasi keberagamaan, namun merupakan bentuk pengecekan kesiapan spiritual dan moral mahasiswa, sekaligus bagian dari proses membentuk lulusan yang tak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga matang secara spiritual.

Saya ingin memastikan bahwa mahasiswa kita bukan hanya mampu meneliti, menulis, dan presentasi. Tapi juga punya pondasi akidah dan keimanan yang kuat. Membaca Alquran sebelum sidang adalah cara untuk memohon keberkahan atas ilmu yang diperjuangkan,” tutur Dr. Sari.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa praktik ini adalah bentuk pengecekan minimal terhadap kemampuan membaca Alquran mahasiswa. Realitanya, masih ditemukan mahasiswa yang belum lancar membaca Alquran, bahkan ada yang belum bisa sama sekali.

Untuk mendukung implementasi kebijakan ini, Dekan FKIP juga berencana membentuk wadah pengajian mingguan khusus bagi mahasiswa yang belum lancar membaca Alquran. Kegiatan ini akan diselenggarakan secara rutin dengan pembimbing dari kalangan dosen dan alumni yang memiliki latar belakang pendidikan agama.

Kita tidak ingin sekadar memberi aturan tanpa solusi. Mahasiswa yang merasa belum siap akan kita bantu. Ini bukan soal malu atau takut, tapi soal tumbuh dan memperbaiki diri,” tambahnya.

Pengajian ini dirancang agar suasananya bersifat santai namun terarah, dengan metode belajar yang partisipatif dan membangun kepercayaan diri. Mahasiswa yang rutin mengikuti pengajian diharapkan tidak hanya siap menghadapi sidang, tetapi juga lebih mantap menghadapi kehidupan bermasyarakat yang kian kompleks.

Langkah yang ditempuh oleh Dr. Sari Rizki mendapat sambutan positif dari berbagai pihak. Selain mempertegas profesionalitas akademik melalui penyesuaian pakaian sidang, ia juga menanamkan nilai-nilai religius yang esensial bagi calon pendidik masa depan.

Kebijakan ini juga menjadi cerminan dari integrasi antara akademik dan nilai-nilai Islam, sebagaimana yang menjadi karakter khas Universitas Almuslim sebagai kampus yang tak hanya mementingkan ilmu dunia, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai ukhrawi.

Insya Allah, lulusan FKIP Umuslim akan menjadi guru-guru yang tidak hanya pandai mengajar, tetapi juga bisa menjadi teladan dalam moral dan keagamaan. Itu tujuan besar kita,” pungkasnya.